senja tenggelam di kali kening (fiksi)


Lewat satu dekade, dan ini adalah kali pertama aku bisa memandangmu dari jarak yang sangat dekat selama rentang waktu tersebut. Aku bisa melihat detail wajahmu yang dulu menjadi bahan ejekan teman-teman sekelas kita karena jerawat yang tumbuh subur menghiasi wajahmu yang kusam kala itu. Dan sesaat kemudian aku akan datang sebagai pembelamu layaknya tokoh super hero dalam film-film fiksi luar negeri. Aku tersenyum geli jika mengingatnya.

Tapi lihat saja sekarang, kau tampak jauh berubah. Wajah kusam penuh jerawat itu kini menjelma menjadi bersih dan terawat. Sedangkan rambut kusut yang bertengger di kepalamu tak lagi tampak, tertutup jilbab panjang sedada. Terkadang aku bertanya-tanya dalam hati; apa saja yang kau lakukan di rantau sana sehingga membuatmu sedemikian berubah? Di satu sisi aku sangat bahagia, tapi di sisi lain aku takut melihat perubahan yang terjadi padamu. Aku takut kehilangan sosok sisil yang sangat menjengkelkan, yang selalu menggangguku dan merengek saat memintaku mengajarinya menggambar. Aku merindukan semua itu.

Dan sekarang, aku merasa nyaman memandang mata teduhmu. Aku yakin teman-teman yang dulu pernah mengejekmu akan menyesal jika melihat perubahanmu sekarang. Mereka akan berdecak kagum melihat keadaanmu setelah bertahun-tahun berlalu.

Namun dari sekian banyak perubahanmu, ada satu hal yang tidak berubah; kau masih setia menjadi pengagum senja, sama sepertiku. Seperti saat ini, menikmati senja di tepian kali kening. Tempat favorit kita untuk bermain sewaktu kecil.

"kamu inget nggak dulu kita sering bermain disini  dan mencari ikan setiap sepulang sekolah?" ucapmu memecah keheningan.
"ah,,, itu sudah sangat lama sekali, aku tak percaya kau masih mengingatnya."
"bagaimana aku akan lupa jika dulu, hampir setiap hari kita menghabiskan waktu disini, bahkan kamu juga pernah menolongku saat terbawa arus kali kening ini, kalau kamu nggak menolongku saat itu entah apa jadinya aku sekarang." suaramu bergetar. Aku hanya terdiam mendengar ucapanmu.
"nggak terasa sudah sepuluh tahun lebih ya?" ujarmu melanjutkan.
"dan selama itu pula ada banyak hal yang berubah." aku menanggapi.
"berubah?" tanyamu penasaran.
"ya, karena nggak ada lagi bintang-bintang yang bertengger di wajahmu." gurauku sembari tertawa lebar. Kau menatapku dan tersenyum malu sambil memukul bahuku berulang-ulang. Lalu sesaat kemudian suasana kembali hening. Hanya terdengar lirih gemericik air kali kening.

Kau terdiam dan melepaskan pandangan pada senja yang semakin menua. Bias jingga yang memantul diatas kali kening terlihat menari-nari di permainkan riak-riak kecil yang bergerak perlahan menuju muara. Mata sendumu tampak berbinar melihatnya. Terlihat jelas jika kau sangat menikmati sinar jingga yang di pentaskan oleh senja kali ini. Dan aku tak berani mengusikmu. 

Kau memang selalu menyukai senja, begitupun aku. Tapi sepertinya tidak untuk saat ini. Aku benci karena hanya bisa terduduk di selimuti ribuan resah yang mengabut di hati tanpa mampu mengatakan sesuatu yang semestinya ku katakan beberapa tahun silam saat kita masih berada di bangku SMA.

Kita pernah berada di posisi yang sama seperti sekarang, sehari sebelum kepergianmu melanjutkan studi ke kota. Menikmati senja di tepian kali kening. Aku ingin mengatakan hal yang telah ku pendam sejak kelas satu SMA kala itu. Hal yang sangat menggangguku sejak mengenalnya. Hal yang membuatku merasa gugup saat harus berhadapan denganmu. Tapi nyatanya aku tak punya nyali untuk mengatakannya saat itu.

Dan kini, setelah melewati tahun-tahun yang sulit, akhirnya kita di pertemukan semesta di tempat yang sama. Ini seperti d'javu bagiku. Aku tak akan mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Aku harus mengatakan ini sekarang juga, pikirku. Aku sudah menunggu momen ini selama bertahun-tahun. Aku tak akan menyia-nyiakannya. 

"sil, aku pengen ngomong sesuatu." aku membuka pembicaraan. Kau menoleh kearahku.
"aku juga pengen ngomong sesuatu." balasmu singkat.
"aku serius." ujarku sedikit kesal.
"aku juga serius aldi,,," kau memicingkan mata.
"kamu duluan" aku mempersilahkan kau bicara lebih dulu.
"yakin?" tanyamu menggodaku. Senyum kecil mengembang diatas bibir tipismu. Ah,,, senyum itu tak pernah berubah, masih mampu meggetarkan hatiku. Sama seperti dulu. Kini giliranku xang memicingkan mata menanggapi godaanmu. Dan lagi-lagi kau lemparkan senyum manja kearahku lalu tertawa terbahak-bahak.

"haha,,, jangan marah gitu dong." kau mencoba mencairkan suasana.
"aku nggak marah sisil,,,, buruan kalau mau ngomong." aku tak sabar.
"aku mau nikah bulan depan al, kamu datang ya?" katamu tanpa basa-basi. Seketika waktu seolah berhenti, senandung merdu gesekan daun bambu berubah menjadi tembang kematian untuk harapan yang seketika itu padam. Pun aroma wangi udara di sekitar kali kening yang memanjakan hidung menjelma bau anyir, seperti darah yang baru saja di tumpahkan.

Aku terdiam untuk waktu yang lama. Aku masih tak percaya dengan apa yang baru saja ku dengar dari mulutmu. Tapi ku kuat-kuatkan hatiku dengan mengulurkan tangan kearahmu sambil tersenyum. Sebuah senyum yang penuh kebohongan. 

"selamat ya, aku pasti datang di hari bahagiamu."
"makasih al, kamu memang sahabat terbaikku." sisil tampak berkaca-kaca. Ya, aku memang sahabat terbaikmu sil, hanya itu.

Cahaya jingga di ufuk barat terlihat semakin memerah. Pun bulan sabit telah mengintip di pelipis langit. Nyanyian para pasukan nyamuk juga semakin bersemangat melantunkan lagu sumbang yang terdengar menjengkelkan. Dan aku bisa menatap senja yang perlahan tenggelam di balik kali kening. Sudah saatnya pulang dan menuliskan kisah-kisah senja berikutnya.


senja tenggelam di kali kening (fiksi) senja tenggelam di kali kening (fiksi) Reviewed by ADIB RIYANTO on 07.51.00 Rating: 5

2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.